Let's Read - DAHSYATNYA EFEK MEMBACA

Sumber foto dari google 

Membaca dan crafting adalah kesukaanku. Semasa sekolah, hidupku selalu berada diantara buku, bahkan rela menjadi petugas perpustakaan agar dapat meminjam buku tanpa batas. Setiap ada buku baru, aku selalu membacanya terlebih dahulu dibandingkan teman-temanku. Cerita petualangan, misteri, percobaan science, pengetahuan umum, semuanya kulahap. Bagiku, membaca itu menyenangkan. Aku dapat berkelana dalam imajinasiku. Menambah pengetahuanku.

Sejak hamil, aku membaca buku-buku seputar kehamilan, apa itu golden age, bagaimana melakukan stimulasi pada otak anak agar maksimal, motorik halus, motorik kasar, dan banyak lagi. Aku terus mengisi diriku dengan pengetahuan agar dapat mendidik anak dengan benar. 


Saat belum mengerti apapun mengenai pengasuhan anak, saat menjadi seorang mama muda tanpa bantuan baby sitter membuatku harus memikirkan langkah-langkah yang lebih efektif agar maksimal dalam mendidik anak kami. Kuputuskan untuk resign dari perusahaan walau jabatanku sudah cukup tinggi, walau atasanku tetap memaksaku bekerja, walau perusahaan akan membayar gaji baby sitter. Aku belum dapat mempercayakan penjagaan dan perkembangan anakku kepada orang lain ☺️


Mulailah aku melakukan stimulasi untuk Jessica (Caca) dengan membaca dan menunjukkan benda-benda dalam buku cerita full color. Saat itu usianya bahkan belum genap sebulan. Suamiku meragukan apa yang kulakukan. Baginya mungkin aneh namun bagiku itu menyenangkan. Aku juga sering mendongeng tanpa buku. Asalkan telah mendapatkan tema, biasanya aku dapat mendongeng dengan lancar. Dalam mendongeng, aku paling sering memasukkan hal-hal yang berhubungan dengan manner. Aku ingin Caca tumbuh menjadi anak yang sopan dan mempunyai empati dan simpati. Dua hal yang semakin langka.


Cara yang kuterapkan dalam melakukan stimulasi adalah praktek pengenalan benda-benda dalam cerita tersebut. Setelah selesai cerita, ketika Caca belum tidur, pasti akan langsung praktek. Semua itu rutin kulakukan walau Caca belum mengerti. Enjoy saja. Bagiku ini seperti Me Time.


"Ca, tadi sudah lihat gambar meja. Nah, ini namanya meja. Me...ja," ucapku, dengan nada yang sangat lambat. 


Aku selalu mengulang kata "meja" beberapa kali sambil membawa tangannya untuk menyentuh meja tersebut. Dalam sehari, aku akan mengenalkan maksimal tiga benda dan kuingatkan lagi esok harinya. Semua dilakukan dengan cara bermain dan tidak menuntut. Benar-benar seperti bermain saja dan dilakukan dalam waktu yang singkat, seperti sambil lalu saja. Semakin usianya bertambah, semakin kuperdalam stimulasinya. Aku mulai memperkenalkan tentang warna, gradasi, tekstur, bentuk, dan lain-lain.


"Wah, ada meja lagi. Mejanya berbentuk segiempat, Ca. Warnanya coklat tua. Mejanya halus ya," ucapku, mengulang kata meja beberapa kali sambil membawa tangannya menyentuh benda tersebut. 


Seperti biasa, Caca menatapku dengan matanya yang bulat. Dia sungguh menggemaskan. Aku menciumi seluruh wajahnya. Suamiku menggeleng-gelengkan kepala, mungkin ia berpikir kalau istrinya stress. Hahahahaha.


"Anak kita baru berusia empat bulan, jangan terlalu berat," ucapnya, halus.


"Tenanglah, aku tidak mempunyai target apapun. Ini seperti cerita pengetahuan saja untuknya. Bermain sambil belajar," sahutku menenangkan suamiku.


Suamiku khawatir otak anakku tidak mampu menampung pengetahuan sesuai usianya. Dia takut anak kami nanti malah sakit. Aku melakukan banyak permainan dengan Caca. Dari usia empat bulan, aku telah membawa Caca bermain dengan cermin. Ia akan tertawa lebar ketika melihat dirinya dan aku dicermin.


"Ca, lihat tu ada siapa dicermin?" tanyaku sambil menunjuk dirinya. Caca memperhatikan cermin dengan serius. Dia sungguh lucu.


"Ini rambut, hidung, mata, dahi, alis, pipi, mulut," lanjutku, sambil membawa jarinya ke arah rambutnya, hidungnya, dan lain-lain. Kulakukan dengan nada yang lambat dan berulang kali. 


"Mama," kataku lagi, sambil membawa tangannya ke dadaku, untuk kesekian kalinya sejak dia lahir.


"Ma...ma," kuulangi lagi, dengan nada lambat.


"Ca...ca," kataku, sambil membawa tangannya ke dadanya sendiri.


Permainan cermin itu selalu kuulangi sesering mungkin. Tidak monoton, tidak memakan waktu lama, namun konsisten. Kuperlihatkan raut wajah seperti tertawa, menangis, senyum, dan sedih. Dalam melakukan stimulasi, ada satu hal yang paling aku jaga yaitu Caca juga hanya boleh menonton film yang mengajarkan manner, mempergunakan bahasa Inggris yang benar, dan dapat memberikan pengetahuan yang benar, bukan film kartun yang menggambarkan buah pisang tumbuh di pohon seperti buah apel, tergantung satu per satu. Itu sungguh menyesatkan.


Suatu ketika, aku mendapatkan  kejutan yang sungguh menyenangkan. Aku sangat bahagia ketika Caca mengucapkan kata pertamanya, "Mama" diusia 5.5 bulan. Sungguh menakjubkan. Disaat anak lain belum bisa bicara, Caca telah mengucapkan kata pertamanya. Langsung kucatat di dalam diary khusus untuk perkembangan Caca dari hari ke hari, yang nantinya akan kuhadiahkan padanya. Maaf, aku tidak sedang merendahkan anak yang lain. Aku membuktikan pada diri sendiri dan keluargaku mengenai kekuatan stimulasi pada anak, bahkan dimulai saat usia anak belum sebulan. 


***

"Kak, Caca tadi memanggilku Mama," laporku kepada suami.


"Yakin? Salah dengar ga?" tanya suamiku, ragu. Mengapa dia selalu meragukanku? ๐Ÿ˜‚


"Benar, Kak. Aku senang karena apa yang diajarkan sambil bermain ternyata diserap oleh Caca. Aku sama sekali tidak menyangka," lanjutku, dengan bahagia.


Rupanya suamiku penasaran dengan keteranganku. Ketika pulang kerja, suamiku langsung mandi lalu dengan cepat menggendong Caca. 


"Papa. Pa...pa," ajarnya, membawa tangan Caca ke dadanya. Hahahaha, suamiku  cemburu karena Caca memanggil Mama terlebih dahulu.


" Ma...ma," kata Caca.


Mata suamiku langsung membulat, tidak percaya. Aku hanya tersenyum melihatnya. Sejak saat itu, suamiku semangat memberikan stimulasi pada Caca, terutama kata Papa. Ia rindu dipanggil Papa oleh anak kami. Hahahaha.


Tidak membutuhkan waktu yang lama, Caca dapat menyebutkan kata "Papa, Caca, Cece atau kakak perempuan, dan Coco atau Koko, yang berarti kakak laki-laki" sebelum usia 6 bulan. Suamiku sangat bahagia ketika mendengar Caca memanggilnya "Papa". Demikian juga dengan keponakan-keponakanku. Jangan heran, kata-kata tersebut sering kuucapkan berulang dari Caca lahir. Kuncinya adalah terus lakukan stimulasi dengan konsisten, role play, tidak stress, santai, dan sambil lalu.


"Tante, Caca kok udah bisa bicara? Dia kan masih kecil," tukas keponakanku, takjub.


Aku tersenyum. Apa yang aku doakan dan perkatakan setiap hari mulai memperlihatkan hasilnya. Suami yang awalnya meragukan caraku dalam mendidik anak, sekarang ikut mendukung. Progress yang bagus. 


***

Usia 7 bulan, Caca melakukan acting membaca koran atau majalah. Dia membuka koran atau majalah sambil mengoceh, seakan-akan membaca. Sungguh menggemaskan. Sementara itu, ia semakin banyak menyebutkan kata-kata, baik secara lengkap maupun hanya awalan atau akhiran. 


Usia 8 bulan, aku sudah mulai membawa Caca untuk jalan sore. Mengajarkannya untuk bersosialisasi karena Caca sama sekali tidak mau dipegang oleh orang lain, selain kami berdua. Jalan sore juga mempunyai agenda belajar santai.


"Ini namanya daun. Daun itu ada yang berwarna hijau muda, ada yang hijau tua. Nah, ini yang hijau muda. Daunnya halus. Coba pegang. Ini hijau tua, daunnya lebih tebal," jelasku, sambil membawa tangannya untuk mengelus tekstur daun-daun tersebut walau Caca belum mengerti. Hahahahaha. Sampai sejauh ini, Caca telah belajar warna, gradasi, bentuk, tekstur, binatang, matahari, awan, dan lain-lain.


Setiap kali melihat daun, aku akan bertanya pada Caca. Selalu dengan role play.


"Ca, mana daun?" 


"Tu, aun (daun)," tunjuknya. Well done.


Satu yang paling Caca suka adalah melihat ikan. Kebetulan, di dekat rumah ada yang memeliharanya. Setiap sore kami selalu ke sana. Pemilik rumah sangat ramah dan memperbolehkan kami melihat peliharaan mereka. 


"Ca, itu namanya ikan. Ikannya tu ada yang kecil, anaknya. Ada yang sedang. Ada yang besar. Wah lucu, itu ada ikan yang warnanya merah. Ada yang warnanya hitam. Ikan hidup di air. Ikannya lagi berenang. Lucu ya?" jelasku, sambil mengulang kata dan menunjuk kearah ikan beberapa kali.


"Mana ikan?" tanyaku lagi padanya. Aku selalu memakai lafal yang benar. Tidak dicadel-cadelkan. Aku menerapkan role play setelah mengajarnya. 


"Kan. Ikan," sahutnya, menunjuk ikan yang sedang berenang. 


"Wah, Caca pintar ya. Mamanya telaten ngajarnya," kata Ibu pemilik rumah.


"Makasih, Bu. Ibu selalu mengijinkan kami untuk melihat ikan. Caca suka sekali pada ikan," kataku.


Aku lalu mengajak Caca pulang setelah pamit dan berterima kasih kepada pemilik rumah. Banyak hal yang kugariskan. Saat makan, aku menerapkan agar makan di dalam rumah dan tidak makan sambil jalan. Hanya karena pada hari itu, Caca cukup rewel sehingga terpaksa diajak makan di luar.


"Itu namanya ayam. Itu ayam jantan, yang ini ayam betina. Yang kecil namanya anak ayam. Warnanya kuning muda. Anak ayamnya lucu ya. Lihat, ayamnya lagi makan, sama seperti Caca. Ayo makan yang banyak ya," bujukku, sambil menunjuk ke arah ayam-ayam yang dilepas bebas tersebut. 


Tiba-tiba Caca membuang semua makanan dalam mulutnya. 


"Yam, akan (ayam, makan)," katanya, sambil melepehkan semua makanan di mulut.


"Ga boleh, ya. Ini makanan Caca. Itu makanan ayam. Ayo dimakan," bujukku sambil menyuap makanan ke mulutnya.


Dan Caca tetap membuang makanannya dan tertawa ketika melihat ayam-ayam tersebut datang untuk memakan makanannya. Sore itu, sebagian besar makanannya dimakan ayam. Akhirnya aku membiarkan. Sampai rumah, aku akan menyuapinya dengan makanan yang baru. 


Pengetahuan yang kudapat dari membaca membuatku dapat memaksimalkan perkembangan Caca. Telah kubuktikan "Dahsyatnya efek dari membaca, terutama untuk kecerdasan anak". 


Singkat cerita, pada usia dua tahun, aku memasukkan Caca ke play group berbasis montensori. Aku melihat perkembangannya yang pesat. Caca mendapat penghargaan sebagai murid terbaik. Attitude Caca juga bagus. 


Seiring usianya, aku berpikir bagaimana memaksimalkan motorik halusnya. Disaat usia dua tahun, ketika banyak orangtua membatasi anaknya menggunakan gunting tajam, jarum, dan lain-lain, aku malah memberikan semua itu untuk di-explore.


Aku mengajarkannya untuk memasukkan manik-manik kecil dan sedang kedalam benang dengan bantuan jarum. Sebelum dimulai, aku menjelaskan kalau jarum itu tajam, bisa sakit kalau tertusuk. Jadi harus hati-hati. Percayakah? Setelah beberapa kali mencoba, Caca dapat meronce manik-manik tersebut tanpa kendala. Bahkan menggunting tanpa bentuk dengan menggunakan gunting tajam, tentu dalam pengawasan ketatku. 

"Ca, tolong mama ya. Tolong ambil piring bulat berwarna merah, red," kataku.


"Ini, Mama," sahutnya, sambil membawa piring.


"Hampir benar. Pintar anak Mama. Piringnya berwarna merah namun ini bukan bulat. Ini oval. Ayo, kita ambil piring merah yang bulat ya," ajakku, sambil menggandeng tangannya menuju rak piring. Anakku tidak membutuhkan mainan mahal. Sarana belajar yang kuterapkan adalah apa yang ada di sekelilingnya. Aku tidak pernah membelikan mainan edukasi untuknya. Semua murni dari benda di sekelilingnya.


"Nah, ini piring merah yang bulat. Tadi, piring merah oval. Caca liat bedanya ya," ajarku, sambil membandingkan piringnya. 


Di lain waktu, aku mulai search lebih dalam lagi mengenai motorik halus. Pada akhirnya, aku membuat huruf A-Z, angka 1-50 dengan menggunakan amplas paling halus di atas beberapa triplek yang sudah dibungkus rapi. Setiap hari aku selalu membawa jari telunjuk Caca untuk menelusuri huruf-huruf tersebut, sambil menyebutkannya. Aku juga selalu menunjuk dan mengucapkan kata-kata, seperti nama bank, nama gedung, dan lain-lain kepada Caca saat kami jalan-jalan.


"Ca, itu ada tulisan. Bacanya BCA," kataku, sambil menunjuk tulisan BCA.


"Mana BCA?" tanyaku.


"Tu BCA," jawabnya, lancar. Memang Caca sudah lancar berbicara diusia dua tahun. 318 kata sudah dapat ia ucapkan. Kucatat semuanya. Hahahaha.


Aku membeli buku dot to dot. Kupegang tangannya, membawanya untuk menyelesaikan buku tersebut. Setiap hari satu lembar. Mengajarkan memegang pensil dengan benar, dan mengajarkan tracing untuk persiapan menulis. Semua pengetahuan tersebut kudapatkan dari membaca buku, yang kemudian kukembangkan sesuai kreatifasku.


Aku juga mengajarkan manner dan praktek science pada Caca. Seperti biasa, suamiku hanya menggeleng-gelengkan kepala ketika mendengar aku mengajarkan dan memperlihatkan apa yang dimaksud dengan akar tunggang, akar serabut, lada yang melompat, mengapung dan tenggelam, api yang dapat melompat, magnet, dan lain-lain kepada anak yang belum genap tiga tahun. Hahahaha. Percayalah, itu sangat menyenangkan. 


Tetanggaku sering menertawakan aku ketika mengajar yang "berat" kepada Caca ketika kami jalan sore bersama. Anak kami hanya beda sebulan. Disaat yang sama, anaknya belum bisa berbicara lancar dan mengenal huruf. Tetanggaku sangat menyesal. Sejak saat itu, kami sering sharing agar perkembangan anaknya juga maksimal.


Aku masih ingat salah satu pujian dari MC acara ulang tahun teman Caca. Acara diadakan di McD. Saat itu, MC mencoba menganggu konsentrasi anak agar salah menyebut "biru, rubi, kelapa, dan kepala." Saat MC mendekat dan menganggu, anak-anak lain menatapnya kesal sambil menutup telinga mereka. Caca melakukan hal berbeda, dia melihat ke arah MC. Ketika MC mendekatinya, dia akan melompat menjauh sambil tetap menyebut kata-kata tersebut. Hal itu dilakukan setiap kali MC tersebut mendekat. Akhirnya Caca mendapat hadiah juga pujian dari MC. 


"Bu, anaknya pintar. Anak lain biasanya menutup telinga namun anak Ibu tetap tenang sambil melompat menjauh, akhirnya malah saya yang tidak konsentrasi," katanya, sambil tertawa. Kami ikut tertawa.


Crafting adalah salah satu kesukaanku. Kucoba melakukan stimulasi kepada Caca melalui crafting. Sungguh menyenangkan ketika membuat sesuatu bersama-sama. Bermain cat acrylic, meronce, menempelkan anggota tubuh, mencari barang yang hilang, dan seterusnya. Aku hanya ingin anakku menjadi anak yang kreatif, yang ketika masa sulit datang maka ia tidak akan menyerah namun dapat menggunakan sisi kreatifnya untuk menang. Lagi-lagi semuanya kupelajari dari buku dan kukembangkan agar tidak membosankan. Percayalah, membaca itu menyenangkan.


***



Sama sepertiku, Caca tumbuh menjadi anak yang sangat menyukai buku. Membaca dengan buku fisik, maupun membaca online dilakukannya dengan senang. Kalau anak lain lebih menyukai mencari mainan di mall, Caca langsung ke toko buku. Dia jauh lebih menyukai buku daripada aku. Berjalan sambil membaca, sudah bukan hal aneh. 


Singkat cerita, dari play group, kindergarten, primary, junior high, dan senior high, Caca selalu menjadi top 3. Bahkan beberapa kali menjadi juara umum. Ia juga mendapatkan beberapa beasiswa dan kesempatan untuk winter scholarship ke Jerman. 


Ceritanya pada suatu hari, aku telat menjemputnya dari sekolah. Saat itu, dia membaca mading dan mengetahui ada lomba yang berhadiah scholarship ke Jerman juga beasiswa belajar bahasa Jerman sampai lulus senior high. Caca anak yang perfeksionis dan cukup kreatif. Ia tertantang untuk ikut.


"Ma, aku ingin ikut lomba bahasa Jerman itu," katanya.


"Ikut saja. Itu bagus. Kamu bisa belajar banyak dari lomba tersebut," kataku, memberikan ijin.


"Tapi Ma...kalau tidak menang bagaimana?" tanyanya lagi.


"Ikut lomba tidak harus selalu menang. Yang penting, kamu submit tugas lomba dengan baik."


Ia hampir down karena menunggu lama  pengumuman pemenang dari pihak penyelenggara. Perlombaan ini berskala nasional. Disaat itulah, aku mendampinginya untuk percaya dan berharap kepada Tuhan.


"Ma, apa aku bisa ke Jerman? Aku pengen liat salju," tanyanya, setelah sekian lama masih belum mendapat pemberitahuan dari pihak penyelenggara. 


"Berdoalah, kalau Tuhan ijinkan pasti kamu akan berangkat ke Jerman. Jika tidak diijinkan, artinya kamu belum saatnya berangkat. Pasti ada alasannya, mengapa kamu belum boleh berangkat. Terima saja, yang terpenting adalah kamu telah submit karya kamu dengan sebaik-baiknya. Selebihnya adalah bagian Tuhan ya," kataku, sambil mengusap rambutnya.


"Ya, Ma," sahut Caca, pelan. 


Singkatnya, Caca mendapatkan winter scholarship tersebut. Dia bahagia sekali. Ketika melakukan yang terbaik dan setia, percayalah akan mendapatkan hasil yang terbaik juga. Foto di bawah adalah saat Caca melihat salju. Waktu itu sudah akhir dari winter. Udara dingin namun tidak ada salju yang turun. Caca cukup kecewa. Ketika skype, ia menyatakan kalau salju tidak akan turun. 


"Ma, ternyata ini akhir winter di Frankfurt. Aku ga bisa liat dan pegang salju, Ma," katanya, sedih.


"Mama yakin akan ada salju yang turun. Kamu doa. Minta agar Tuhan turunkan salju untukmu dan teman-teman," jawabku.


"Iya, Ma. Mama doakan juga ya," pintanya.


"Pasti," jawabku, sambil tersenyum.


Dan salju turun. Tuhan memang mencintainya.



***

Aku menginginkan anak-anakku tumbuh menjadi manusia yang mempunyai empati dan simpati kepada orang lain. Bukan hanya mengejar dari sisi akademik. Sejak Caca masih diprimary, aku telah membawanya kemana-mana untuk melayani orang lain, ke panti asuhan, panti jompo, memberi makanan (bukan uang) kepada pengemis kecil, melayani ke desa terpencil di tengah hutan, dan lain-lain. Aku ingin ia selalu mengucapkan syukur, apapun dan bagaimanapun jalan hidupnya. Ia harus tau kalau Tuhan selalu bersamanya.


Foto di bawah adalah foto di desa. Kami mengajar art and craft dibekas kandang ayam, yang telah dibersihkan. Anak-anak desa sangat menyukai aktifitas tersebut. Kami bernyanyi, bermain, bercerita, dan membuat karya yang lucu.



Aku mengingatkan Caca ketika ia dalam kandungan lalu lahir membiru karena tali pusar melilit dua kali di lehernya juga ketuban sudah hampir kering (ia hampir 40 minggu) dan bagaimana tiba-tiba Tuhan mengirimkan seorang DSA (Dokter Spesialis Anak) yang ahli sehingga Caca selamat. Takjubnya, sebenernya hari itu, DSA tersebut sedang cuti lalu tiba-tiba merasa harus datang ke rumah sakit. Tuhan memang sangat baik. Sangat - sangat baik.


Aku selalu berdoa agar ia selalu mendapatkan yang terbaik menurut Tuhan. Aku sering mengingatkan dirinya kalau ia telah sangat sering menerima kebaikkan bahkan mujizat dari Tuhan. Jujurnya, aku berdoa sangat spesifik kepada Tuhan sejak ia dalam kandungan. Sangat detail. Bahkan arti dari namanya adalah Putri kemasan, mutiara yang indah, yang dicintai Tuhan.

***


Saat ini, Caca sedang kuliah di Universitas swasta karena sebagai orangtua belum rela melepaskannya jauh dari kami ke PTN. Caca mendapat 100% free uang gedung (kami mendapatkan potongan hampir 40 juta), mendapatkan potongan SKS, dan lain-lain karena dari sejak semester 1, IPKnya 3.86. IPK selanjutnya 3.9. Saat ini IPKnya 3.92. Semua karena kemurahan Tuhan.


Tidak ada maksud untuk membanggakan anak kami. Disini, aku menceritakan pengalaman pribadi yang dari nol (tidak mengerti apa-apa), belajar sendiri dari buku, jatuh bangun dalam menerapkan yang cocok untuk Caca agar anak kami maksimal.


Aku sangat percaya bahwa semua anak mempunyai kecerdasannya masing-masing. Keberhasilan orang tua bukan hanya pada nilai akademik anak, kalau aku pribadi lebih suka EQ anakku lebih menonjol. Apapun, yang paling penting adalah peran orangtua secara total dalam mendidik anak, mendoakan, dan menyerahkan mereka  kepada Tuhan.


Semoga bermanfaat ya.


Silakan membaca juga di https://dea1deas.blogspot.com/?m=1

Komentar

  1. 'kan, kan, kaaan,, Bergulirkan! Keren mba Dea ๐Ÿ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asli, lama ga nulis tu berasa gmana gitu ya. Wkwkwkw

      Hapus
  2. Wih keren...tulisannya dah panjang ini.. Thank you sudah share.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank youuu selalu support. Juga thank you tuk Ria. Masukkan dunk

      Hapus
    2. Sudah lama gk nulis, seharian ini buntu, writer's block.๐Ÿ˜‚ Justru ngider nyari ide ini๐Ÿ˜€ kapan2 tak share ahh,boleh dunk๐Ÿ˜‰

      Hapus
    3. Memang harusnya nulis terus ya. Sekali off bisa keterusan ๐Ÿ˜

      Hapus
  3. Mbak, mashaAllah bisa nulis panjang ๐Ÿ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah mampir ya. Salam kenal. Mohon masukkannya, mba ๐Ÿค—

      Hapus
  4. https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/09/lets-read-dahsyatnya-efek-membaca.html

    BalasHapus
  5. Silakan follow aku ya. Bisa dilihat di kirim atas (sebelum judul). Makasiihh

    BalasHapus
  6. Balasan
    1. Makasih ya, ka. Aku ada wapri lagi. Mhn bantuannya ya. Hugss

      Hapus
  7. mama yang keren menjadikan caca yang hebat ...

    BalasHapus
  8. Terima kasih yaaa. Pada dasarnya semua Mama bisa.semangaaat

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer